SHARE

Thursday, February 14, 2013

Kisah Pengembaraan Ibnu Arabi

 
Kelahiran Ibnu Arabi

Tanggal 27 Ramadhan tahun 560 Hijriah, Muhyiddin Abukabar bin Muhammad yang dikenal dengan nama Ibnu Arabi ilmuwan dan sufi besar Muslim, terlahir ke dunia di Andalusia. Sejak berusia delapan tahun Ibnu Arabi telah belajar al-Quran, fiqih dan hadis. Menginjak usia remaja, beliau mulai terjun ke dunia irfan dan penyucian jiwa. Untuk melanjutkan pendidikannya, Ibnu Arabi melakukan perjalanan ke berbagai negeri muslim.
Pada usia15 tahun, Arabi bertemu dengan Filosof terkenal Ibnu Rusyd (Averros) yang berumur 55 tahun, Ibnu Rusyd melihat di dalam diri Arabi muda ada kebijaksanaan yang dicarinya selama ini. Dengan bahasa Samara, anak muda ini telah memberitahukan kepadanya bahwa penyelidikan rasional tidaklah memadai untuk menggapai pengetahuan sempurna tentang Tuhan dan dunia.


Mati Suri

Dikisahkan Ibn Arabi saat kecil tenggelam dalam sebuah empang. Ketika diangkat ternyata sudah tidak bernyawa. Ayahnya kemudian membaringkan jasad Ibn Arabi menghadap kiblat. Ayah Ibn Arabi kemudian membaca surah yasin. Saat dua ayat terakhir tangan Ibn Arabi bergerak-gerak dan hidup kembali.
Setelah bangun, Ibn Arabi ditanya oleh ayahnya. Ibn Arabi bercerita bahwa selama mati suri itu ia sudah berada dalam alam lain dengan jalan yang lurus. Ia berjalan ditemani seseorang yang berwajah berseri dan ceria. Ibn Arabi bertanya kepada yang menemani tersebut. Orang tersebut bilang bahwa ia adalah jelmaan dari surah yasin dibacakan ayah Ibn Arabi. Kemudian Ibn Arabi beserta yang menemaninya berjalan. Ketika tiba pada sebuah pintu, Ibn Arabi ditahan dan diberitahu bahwa ia belum waktunya. Pada dua ayat terakhir surah yasin, Ibn Arabi terbangun karena mendengar ayahnya membaca dua ayat tersebut.
Ibnu Arabi merupakan sedikit dari salah satu tokoh jenius yang tidak saja dimiliki Islam tapi dunia, yang telah mewariskan lebih dari 500 buku buah pemikirannya. Karakteristik ajaran Ibnu Arabi yang paling distingtif barangkali adalah penekanannya bahwa dia berada dalam dataran imajinasi. Baginya, imajinasi merupakan elemen konstitutif-fundamental dalam kosmos mahaluas. Inilah bisa jadi yang membedakannya dengan pemikir kontemporer, yang menggunakan perspektif postmodern, yang menempatkan imajinasi dalam lingkungan realitas obyektif yang sempit.

Pengembaraan batin

Bagi ibnu Arabi, ruh-ruh sebagaimana diketahui, mewujudkan dirinya melalui imajinasi. Alam semesta memiliki 3 dunia fundamental. Dunia tertinggi adalah ruh yang sederhana tidak tercampur yang merupakan kehidupan, inteligensia dan kilaunya yang murni. Wilayah tengah adalah dunia imajinasi, tempat yang saat bersamaan didiami baik oleh yang sederhana dan yang bersenyawa, karena imajinasi tidak sepenuhnya berbeda baik dari ruh ataupun tubuh dan melalui imajinasi kedua sisi, (jiwa dan tubuh) dapat. saling berhubungan. Sedang dunia terendah adalah tubuh,yang tak bernyawa dan campuran atau terbentuk dari bagian-bagian.
Oleh karena itu Ibnu Arabi pernah berkata, pribadi yang mengalami penyingkapan melihat, sementara dia sedang jaga seperti halnya orang bermimpi mampu melihat ketika dia tidur.
Visi-visi imajinasi lbnu Arabi seringkali belangsung selama mimpi. Dan inilah visi pengembaraan spriritualnya yang kadang terkesan kontroversial.

(Kisah:1) Di dalam cara dimana seorang pemimpin melihat, bahwa aku berjalan mengelilingi Ka’bah bersama-sama kelompok manusia yang wajah-wajahnya tidak aku kenali. Mereka berkali-kali mengucapkan dua baris syair, baris satu tentang yang kuingat sedangkan baris lain ialah yang kulupakan. Satu syair yang kuingat demikian; bertahun-tahun kami berputar-putar, seperti kalian berputar, mengelilingi rumah (ka’bah) ini, kita semua, masing-masing dari kita….
Seorang dari mereka. berbicara kepadaku, menyebut dirinya dengan nama yang aku sendiri tidak mengenalnya. Dia berkata “aku adalah salah seorang dari nenek moyangmu”
Aku bertanya kepadanya, “telah berapa lama Anda meninggal?”
Dia menjawab, “40 ribu dan sekian tahun” Aku berkata kepadanya, “Adam sendiri tidak hidup sepanjang itu”.
Dia menjawab, “Adam mana yang Anda bicarakan? Apakah Anda berbicara tentang orang terdekat, atau tentang orang lain ?”.

(Kisah:2) Ibnu Arabi telah sadar (mungkin) selama manusia terimajinalkan muncul dengan tiba-­tiba, dan seakan jelas dia terlihat di dalam dunia imajinasi, karena jasad fisiknya berada di negeri lain.
Sepanjang malam ketika aku menulis bab ini, al-haqq menjelma kepadaku melalui sebuah kejadian manusia penuh cahaya yang secara fisik tingginya sedang. Dia duduk di hadapanku, tetapi tidak berkata apapun. Al-haqq berkata kepadaku, “inilah seorang dari hamba-hamba kami. Untunglah dia, sehingga ini menjadi mungkin berada dalam ukuranmu (pada hari kebangkitan nanti)”.
Aku berkata .kepada-Nya, “Siapa dia?”
Dia berkata kepadaku,”Inilah Abu al-Abbas Ibnu Jundi, penduduk al-Busyarrat (Alpujarras di Spanyol)”
Pada saat itu aku berada di Damaskus, aku berkata kepada-Nya. “Wahai tuan, bagaimana dia akan mengambil keuntungan diriku? Bagaimana aku bisa terkait dengannya?”
Dia menjawab, “Berbicara, dia akan mengambil keuntungan itu darimu. Seperti baru saja ia kutunjukkan kepadamu, maka aku juga sedang menunjukkan dirimu kepadanya. Tunjukkanlah kepadanya maka dia akan mendengarmu, Dia berkata seperti apa yang engkau katakan. Dia berkata “aku telah menunjukkan seorang manusia di Syria yang di panggil Muhammad ibnu ‘Arabi. Jika dia menguntungkan aku dalam persoalan tertentu yang sekarang tidak kumiliki, dia akan menjadi guruku”.
Aku katakana kepadanya, “wahai Abu al-Abbas! Persoalan apakah itu?”
Dia berkata, “Aku sedang berujung dalam pencarianku. Aku rnelakukan upaya sepenuhnya dan berjuang dengan keras. Ketika mengalami penyingkapan, aku dapat mengetahui apa kehendakku. Oleh karena itu aku mengendorkan upayaku”
Aku katakan kepadanya, “Saudaraku demi manusia yang lebih baik dari pada dirimu, lebih menyatu Al-Haqq, lebih lengkap kesaksiannya dan lebih sempurna dalam penyingkapan, seperti dinyatakan, “Dan katakanlah, ‘ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (QS 20;114). Maka di mana letak ketentraman preskripsi keagamaan? Engkau tidak memahami apa yang telah di katakan kepadamu. Engkau katakan, “Aku mengerti apa yang kuinginkan, tapi tidak tahu untuk apa. Ya, engkau berkeinginan bagi perjuangan dan usahamu. Ini bukanlah tempat ketentraman berada. Ketika engkau berakhir dengan persoalan yang menyibukkan serta menenggelamkan dirimu padanya yang menghampiri dirimu di setiap helaan nafas. Bagaimana seseorang dapat mengakhirinya?”
Dia berterima kasih kepadaku dengan apa yang aku ucapkan. Lihat pada kecemasan Tuhan terhadapku dan terhadapnya.

(Kisah:3)Tak dapat diragukan lagi bahwa Ibnu Arabi terjaga, dan visi yang nampak menjadi tipe di mana obyek yang terimajinalkan dialami sebagai dunia eksternal. Kemunculannya secara tiba-tiba berikutnya tampak disinggung pada rentang 1194.
Suatu hari di Seville (kota di Andalusia, Spanyol pada masa dinasti Ummayyah di barat, di samping kota Kordova, Granada aku berada dikerumunan dalam masjid Al-Adi (tokoh fiisuf Yahya bin Al-‘Adi) setelah sholat Ashar. Seseorang mengatakan kepadaku tentang manusia agung di antara manusia perambah jalan, salah seorang yang benar-benar agung, yang telah bertemu dengannya di Khurasan. Seperti apa yang telah dijelaskan dengan menakjubkan kepadaku, tiba-tiba aku menatap seorang yang dekat dengan. Kami, tapi orang disekelilingku tidak melihatnya. Dia berkata kepadaku, “Akulah dia seorang di mana manusia yang bertemu denganku di Khurasan sedang menjelaskannya kepadamu”.
Aku mengatakannya .kepada orang yang memberi cerita, “inikah orang yang Anda lihat di Khurasan, adakah Anda tabu gambarnya?”
Dia menjawab bahwa memang demikian adanya. Kemudian aku mulai memberi gambaran lainnya berikut sebagai ciri dari postur fisiknya”.
Sahabat bicaraku berkata, “Demi Tuhan, ia.mempunyai postur dan ciri seperti yang Anda sebutkan. Pernahkah Anda melihat sebelumnya?”
Aku katakana kepadanya, “Dia sedang duduk disini, mengkonfirmasikan kepadaku kebenaran cerita yang Anda sampaikan. Aku gambarkan kepada Anda semata apa yang kulihat sebagaimana aku mengenalnya dan dia sendiri membuat dirinya kukenal. “Dia tidak henti-hentinya duduk denganku hingga aku meninggalkannya. Kemudian aku menoleh kembali ke arahnya, namun tidak menemukan dirinya”.

(Kisah:4) Beberapa tahun kemudian (pada tahun 1200) manakala telah memasuki maqam kedekatan dengan Tuhan (maqam al-qurbah), maqam spiritual tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang yang bukan tergolong nabi, Ibnu ‘Arabi melakukan perjalanan ke Maghrini. Dia mendapati dirinya sendirian di maqam ini dan merasakan suatu isolasi yang mengerikan. Untuk mencapai maqam ini, yang perlu di pahami adalah tidak mengimplikasikan penarikan diri macam apapun dari dunia pengalaman sehari-hari. Di berbagai kesempatan pada zaman Ibnu Arabi telah menjalani kehidupan dalam bumi luas Tuhan selama 7 tahun dan alam semesta. Dia kesepian di maqam ini meski ada sahabat imajinasinya yang selalu menghiburnya,” aku melihat
bahwa melaluinya ruh Abu Abdurrahman as-Sulami mewujudkan dirinya padaku. Tuhan telah mengirimkannya kepadaku karena rahmat” padahal As-Sulami telah meninggal 170 tahun sebelum kejadian ini. Dia seorang guru sufi besar dan telah menulis banyak karya. Ibnu Arabi menceritakan dimana dalam pertemuan itu As-Sulami menjelaskan aspek-aspek tertentu dari macam kesekatan.

(Kisah:5) Dua tahun kemudian bertemu dengan manusia imajinal, Ahmad As-Aabti putra khalifah Abbasiyah Harun Ar-Rasyid (w. 809) dan meninggal 400 tahun lebih awal. Dia sangat sholeh dan menggunakan 6 hari dalam seminggu untuk berpuasa dan kemudian bekerja di perusahaan kerajinan pada hari sabtu, hidup diatas penghasilan akhir minggu. lnilah yang menjelaskan nama Sabti yang berarti dia yang dinisbatkan dengan Sabbath (Aabtu) menurut lbnu Arabi dia adalah kutub (quthb) dizamannya insan kamil paling tinggi.
Menurut lbnu Arabi pada tiap diri manusia (pilihan Tuhan) memiliki 6 jiwa di setiap waktu (yang memberikan arah terhadap 6 hari pertama setiap minggu di mana selama itu pula waktu yang dibutuhkah Tuhan alam menciptakan dunia) jumlah mereka tidak akan bertambah ataupun menyusut. Sabti putra Harun Ar-Rasyid adalah salah satu dari mereka. Aku berjumpa dengannya ketika tawaf berjalanan, mengelilingi Ka`bah pada hari Jum’at setelah sholat pada tahun 599 (1202). Dia sedang terlihat melakukan tawaf. Aku mengajukan kepadanya beberapa pertanyaan dan dia menjawabku saat kami meneruskan tawaf mengelilingi Ka’bah. Ruhnya tampak di hadapanku dalam persepsi inderawi selama mengelilingi Ka’bah, persis seperti Jibril yang tampak dalam penampilan seorang badui.
Ibnu Arabi menulis tentang para penghuni dunia spiritual, mereka mengambil bentuk dari setiap (kemungkinan) bentuk, laksana air mengambil warga berdasarkan wadahnya.
Akan tetapi makhluk spiritual yang mengambil bentuk imajinal dapa menjadi mahkluk lain apapun, baik maupun jahat, malaikat atau pun jin, nabi atau iblis. Karakteristik yang menonjol dari imajinasi ialah ambiguitasnya, ketidakpastiannya dari kualitas-kualitasnya yang tiba-tiba. Syaikh Ibnu Arabi dapat hidup gembira dengan pengetahuannya tersebut karena dia mengenali tanda dari setiap hal yang muncul secara tiba-tiba. Sisanya, yakni sebagian besar manusia kurang mengetahui tanda-tanda tersebut, yang terbaik adalah berhati-hati.
(Berbagai Sumber)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Site Info